Langsung ke konten utama

PAKAIAN KEREMPUGAN Oleh: KH. Lutfi Hakim, MA


PAKAIAN KEREMPUGAN
Oleh: KH. Lutfi Hakim, MA

Suarakaumbetawi.com Jakarta, - Kerempugan itu bagaikan pakaian, semisal baju, celana, kain, dan perangkat lainnya. Pakaian sendiri jelas untuk dipakai. Bukan sekadar diketahui dan dimengerti, tapi dilakoni atau dijalankan dalam keseharian. Melakoni, mengerjakan, sesuai dengan batas kemampuan masing-masing. 

Sudah menjadi kelaziman bahwa pakaian dikenakan untuk menutupi aurat. Aurat--berasal dari bahasa Arab--kata jamak dari "ara", yang arti harfiahnya melihat. Dalam konteks berpakaian, berarti menutupi apa yang wajib untuk tidak diperlihatkan. Bagian tubuh yang merasa harus ditutupi biasanya berasal dari dua alasan: (1) malu kalau dipertontonkan atau ditonton orang lain; (2) menjijikan dan aib kalau sekiranya terlihat orang lain. 

Biasanya pakaian dikenakan dengan kadar kepantasan dan kewajaran. Pas ukuranya, selaras kombinasi warna dan aksesorisnya. Hingga, dengan berpakaian seseorang akan merasa aman, nyaman dan merasa pantas untuk dilihat dan memperlihatkan diri. Hal selanjutnya tentu berkenaan dengan soal kadar kemampuan dalam pemilihan jenis dan kualitas bahan pakaian. 

Pilihan mengenakan pakaian juga sebuah misteri. Agak mirip dengan misteri kapan wafat dan akan dikuburkan di mana? Jenazah tak kan pernah dapat menolak dikuburkan di mana saja. Setiap manusia tak kan pernah dapat memastikan kapan akan terjadi perpisahan ruh dengan raganya. Begitu juga dengan pilihan pakaian kerempugan. 

Ketika kita lebih memilih pakaian kerempugan dibandingkan pakaian yang lain, berarti secara sadar kita telah memasuki misteri dalam berpakaian. Biasanya misteri lebih cenderung kepada sesuatu yang ghaib, baik di dalam ataupun di luar diri kita. Misteri yang maha luarbiasa adalah Sang Khalik, Allah Ta'ala.

Oleh karena itu, untuk tetap menjaga aspek misteri dalam pakaian kerempugan, kita harus selalu memelihara hubungan dengan Allah Ta'ala melalui keikhlasan dalam melakoninya. Ikhlas berarti tanpa pernah menunggu diperintah atau berharap apapun dalam mengenakan pakaian kerempugan.

Dengan dasar keikhlasan, pakaian kerempugan tidak akan pernah usang, kuno dan ketinggalan zaman meski terus menerus dikenakan dan dimanfaatkan. Tentunya dengan tujuan menutup aurat atau menjaga marwah, supaya tidak malu dan memalukan saat berhadapan dengan lainnya. Wallahu a’lam.(Red) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Imam Besar FBR: Kami akan Bergerak, Bila Budaya Betawi Tidak Ada di RUU Daerah Khusus Jakarta

SUARAKAUMBETAWI Jakarta,- Rancangan Undang-undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang sedang digarap oleh Badan Legislasi Nasional (Balegnas) menandakan terjadinya perubahan dalam sistem pemerintahan daerah, yang terkait erat dengan situasi politik nasional.                                                                            Menurut Imam Besar Forum Betawi Rempug (FBR), KH. Lutfi Hakim, sejak Jakarta ditetapkan sebagai Ibukota Negara, tujuh presiden dan tiga orde sudah dilalui, terdapat 9 (sembilan) kali perubahan yang bersifat pokok terhadap sistem pemerintahan daerah pasca kemerdekaan, serta 5 (lima) kali perubahan yang berkaitan dengan undang-undang pemerintahan Provinsi Jakarta. “Selama ini perubahan undang-undang Pemerintahan Jakarta, tidak pernah menyertai Betawi maupun budayanya sebagai bagian yang penting untuk menghadapi perubahan itu sendiri. Padahal sudah jelas kalau masyarakat Betawi merupakan penduduk inti kota Jakarta,” jelas Kyai Lutfi.            

FBR Ikut Serta Gerakan Apel Akbar Jaga Jakarta - Jaga Indonesia Suarakan Pemilu Damai

SUARAKAUMBETAWI | JAKARTA, - Ribuan massa dari berbagai organisasi kemasyarakatan di DKI Jakarta berkumpul di Monas, untuk mengikuti giat Gerakan Apel Akbar Para Ulama, Tokoh, dan Masyarakat Jakarta.  Gerakan Apel Akbar tersebut diselenggarakan untuk menyerukan pemilu 2024 berlangsung aman, damai, jujur, dan akuntabel, tanpa intimidasi atau diskriminasi. Komitmen itu disampaikan para Ulama, Tokoh, hingga Pimpinan ormas se-DKI Jakarta dalam apel akbar yang bertema JAGA JAKARTA - JAGA INDONESIA. Sabtu, (27/1/2024)  Gerakan Apel Akbar yang dihadiri 10 ribu anggota ormas dari gabungan ormas se-DKI Jakarta, Forkabi, Laskar Merah Putih, FBR, Kaliber, Jager, PPBNI, Satgas Banten Kesti TTKKDH, GMBI, GMKB, KBPP Polri, menyatakan siap menjaga Pemilu 2024 berlangsung aman dan damai. Turut dihadiri K.H. Yusuf Aman, K.H. Zaenal Arifin, Hamdi Mashuri Mut, K.H ABD Rojak, K.H. Nur Hasan, K.H Mursalih, Kyai Rohimin Himasal, K.H Ahmad Yani, Kyai A Syaikullslam, Kyai Syarif Cahyono, dan lain

KH Lutfi Hakim Menyambut Baik Pembangunan Tugu Golok Cakung

SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, - Golok Cakung berdasarkan SK Gubernur Nomor 91 Tahun 2022 telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk melestarikan dan mengenalkannya kepada masyarakat, Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta pada Tahun Anggaran 2024 berencana membangun Tugu Golok Cakung yang berlokasi di Jalan Raya Hamengkubuwono IX (dahulu Jalan Raya Bekasi) RT 002/02 Kelurahan Cakung Barat Kecamatan Cakung Jakarta Timur. Lokasi tersebut merupakan hasil rapat pada hari Senin (19/8) di kantor Kecamatan Cakung yang dipimpin oleh Camat Cakung. Turut hadir dalam rapat itu, utusan dari Dinas Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, Sudin Kebudayaan Kotamadya Jakarta Timur, Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), Ketua Forkabi Jakarta Timur, Ketua Gardu FBR setempat dan beberapa tokoh Betawi kampung Cakung selaku pemilik, pecinta dan simpatisan golok Cakung. Menurut Kyai Lutfi Hakim, pemilihan lokasi tugu tersebut tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah,