SUARAKAUMBETAWI | Jakarta, - Pilkada 2024 ini merupakan Pilkada pertama sejak terjadinya perubahan status Jakarta menjadi bukan lagi ibukota negara. Sejak awal diwacanakan kepindahan ibukota negara ke daerah Penajam Kalimantan Timur, “Kaukus Muda Betawi” yang digawangi oleh KH. Lutfi Hakim (Imam Besar FBR) dan Beky Mardani (Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi) memperjuangkan aspirasi masyarakat Betawi untuk terwujudnya “Lembaga Adat Masyarakat Betawi” (LAM Betawi) dan upaya pemajuan kebudayaan Betawi melalui fraksi-fraksi yang ada di Badan Legislasi DPR RI, yang saat itu tengah menggarap RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Atas berkat rahmat Allah SWT, akhirnya perjuangan tersebut membuahkan hasil, yaitu dengan dimasukannya frase “Lembaga Adat Masyarakat Betawi” dan “Pemajuan Kebudayaan Betawi” dalam pasal 31 UU No.2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta. Namun perjuangan tersebut masih jauh dari sempurna, sebab harus dilengkapi oleh produk hukum lain atau regulasi-regulasi yang menjadi turunannya, yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, baik eksekutif ataupun legislatif.
Lembaga Adat Masyarakat (LAM) Betawi diperlukan untuk memelihara dan menjaga hak adat Betawi dalam melestarikan sumber daya yang ada di lingkungan perivinsi DKJ berdasarkan hukum yang berlaku di NKRI. Diketahui bahwa sejak Indonesia merdeka dan ditetapkannya Jakarta sebagai ibukota negara belum pernah ada lembaga adat bagi masyarakat Betawi.
Selama ini yang tumbuh dan berkembang biak adalah ormas-ormas berbasis budaya Betawi, yang pada awalnya dengan kesepakatan bersama masih tetap bernaung di bawah ormas bernama “Badan Musyawarah Masyarakat Betawi” (Bamus Betawi). Akibat tidak bisa menghindari timbulnya perpecahan internal di dalam tubuh Bamus Betawi, terjadi setidaknya empat pemekaran Bamus Betawi.
Rentannya perpecahan ini bisa jadi diakibatkan oleh legitimasi atau legal standing Bamus Betawi yang berdasarkan akte kemenhumkam dan notaris, sehingga membuka peluang pendirian ormas baru sejauh namanya tidak sama dengan yang sudah ditetapkan oleh akte kemenhumkam.
Nah oleh karena itu, dibutuhkan lembaga adat bagi masyarakat Betawi yang didasarkan pada produk hukum yang dikeluarkan oleh pemda DKJ, baik berbentuk Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Gubernur (Pergub). Sementara kepengurusannya ditetapkan melalui Keputusan Gubernur (Kepgub) setelah melalui proses seleksi yang ketat sesuai dengan aturan yang disepakati.
Keberadaan Lembaga Adat ini tidak mengancam eksistensi ormas-ormas Betawi yang ada, sebab ormas-ormas ini nantinya termasuk yang berhak mengajukan nama-nama yang akan menempati posisi di lembaga adat.
Dalam Pilkada 2024 di Jakarta ini, isu Betawi menjadi menarik dan aktual, sebab siapapun nanti Gubernur yang akan terpilih, mau tidak mau atau suka tidak suka harus mengejawantahkan amanat pasal 31 UU DKJ tersebut. Sebenarnya hal ini merupakan momentum terbaik bagi kaum Betawi untuk mendigjayakan kebudayaannya di Jakarta, sehingga dapat mempertahankan value atau nilai-nilai kearifan lokal di tengah kemegahan Jakarta sebagai kota ekonomi nasional dan global.
Belajar dari pengalaman yang terjadi di Seattle Washington saat menjadi kota global. Budayanya tergerus musik-musik Inggris yang beraliran rock ‘n roll, seperti Bestles dan Rolling Stone. Dalam kondisi tersebut, muncul seorang Kurt Cobain lewat group musik “Nirvana”, yang mensosialisasikan musik “grunge” di pelataran, di jalan-jalan atau di dalam gang-gang di perkampungan, sehingga bisa mendunia.
Kurt Cobain ala Betawi adalah sebuah ide atau gagasan untuk mewujudkan sebuah “Nirvana” yang menjadi wadah perjuangan kaum Betawi melestarikan nilai-nilai kearifan lokalnya secara berkelanjutan dalam institusi kelembagaan yang formal. Sementara regulasi tentang pemajuan kebudayaannya merupakan ekosistem, di mana budayanya bisa tumbuh dan berkembang, sehingga jati diri bangsa tidak tergerus arus global.
Kesadaran ini harus dimiliki oleh masyarakat Betawi agar tidak terkecoh dengan pilihannya di Pilkada 2024 ini. Masyarakat Betawi membutuhkan Gubernur yang berkomitmen menjalankan amanah masyarakat Betawi yang tertuang dalam pasal 31 UU No. 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta berkaitan dengan kebudayaan.
Diantaranya pelembagaan Lembaga Adat Masyarakat Betawi, Pemajuan Kebudayaan Betawi dan ketersediaan dana abadi kebudayaan maupun pelestarian kebudayaan dalam bentuk regulasi Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur atau hukum turunannya yang menyertai keduanya dan tidak bertentangan dengan perundangan yang berlaku serta menjadikan ketahanan budaya Betawi sebagai prioritas dalam mewujudkan Jakarta sebagai kawasan ekonomi nasional dan global. Wallahu a’lam. (Lutfi Hakim)
Komentar
Posting Komentar